Perjuangan Birrul, Anak Buruh Tani Kuliah di UGM | Artikel Poster

Perjuangan Birrul, Anak Buruh Tani Kuliah di UGM


Perjuangan Birrul, Anak Buruh Tani Kuliah di UGM



Foto: Birrul, anak buruh tani yang kuliah di UGM. ©2014 Artikel Poster


Reporter: Heru Gustanto





Artikel Poster - Perjuangan Birrul, Anak Buruh Tani Kuliah di UGM | Nyaris saja cita-cita Birrul Qodriyyah untuk mengenyam pendidikan tinggi setelah lulus SMA sirna. Biaya masuk kuliah yang mahal mustahil untuk dipenuhi orang tuanya yang sehari-hari bekerja sebagai buruk tani. Namun keinginan Birrul untuk kuliah tidak patah begitu saja karena kondisi ekonomi.





"Saya dulu bilang sama bapak, pak setelah lulus Birrul mau kuliah, dimana aja asal kuliah, tapi bapak bilang kuliah mahal apa ya bisa. Saya tetep ngotot gimana caranya tetep kuliah", kata Birrul saat ditemui di kampusnya, Fakultas Kedokteran UGM, Jumat (20/06).





Menyadari permasalahan biaya kuliah, Birrul pun berinisitif untuk menabung sejak masuk SMA. Namun lagi-lagi dia terbentur hambatan, karena selama ini tidak uang yang bisa digunakan untuk menabung.





Saya bilang sama ibu, Birrul mau nabung untuk kuliah, tapi setelah dipikir mau nabung gimana, lha nggak pernah punya uang jajan untuk ditabung sejak kecil, kata dara berkerudung itu lalu tertawa mengingat percakapan dengan ibunya.





Setelah lama berpikir, akhirnya Birrul menemukan cara untuk mengumpulkan uang, yaitu mengikuti lomba dan memenangkannya. Kesempatan pertama mengikuti lomba, Birrul berhasil mengantongi Rp 2 juta.





"Uang itu tadinya mau buat beli komputer dulu, tapi setelah dipikir nanti percuma punya komputer tapi nanti nggak bisa kuliah, akhirnya ditabung buat kuliah", ujar gadis asli Bantul ini.





Selain mengupayakan dengan mengikuti lomba-lomba, Birrul dan orang tuanya juga mencari beasiswa dari berbagai universitas baik negeri mau pun swasta. Dengan prestasi akademik yang dimiliki Birrul mereka yakin bisa mendapatkan beasiswa. Sayangnya usaha itu pun belum berhasil.





"Bapak dulu juga cari beasiswa, dari UII, universitas swata lainnya sampai ada universitas di Klaten, tapi nggak ada beasiswa, akhirnya saya minta ke bapak ibu sudah pasrah saja, biar Birrul nanti yang usahakan, yang penting bapak ibu restui dan bantu doa", kenang Birrul.





Birrul pun akhirnya memantapkan diri untuk terus berusaha. Hingga mendekati ujian nasional SMA, Birrul sudah memiliki tabungan Rp 5,5 juta. Dengan uang sejumlah tersebut, Birrul yakin bisa masuk ke salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta.





"Zamanku dulu tahun 2010 di UNY paling murah masuknya 5,5 juta, punya segitu pas, pikir saya nggak jadi dokter jadi guru nggak papa. Karena dulu cita-citanya dua, dokter kalau nggak guru", pungkas pemilik IPK 3,72 ini.





Suatu ketika Birrul berkonsultasi kepada gurunya di SMA Negeri 2 Bantul tentang rencana masuk perguruan tinggi. Dari obrolan dengan gurunya, Birrul disarankan untuk mengikuti program PBUTM (Penerimaan Bibit Unggul Tidak Mampu). Kesempatan itu pun tak disia-siakan olehnya. Birrul pun langsung mendaftar melalui sekolahnya tapi tidak mengambil jurusan kedokteran, melainkan jurusan keperawatan.





Disarankan guru untuk ambil jurusan keperawatan saja, jangan kedokteran, soalnya sulit daripada nanti nggak masuk sama sekali, jelas juara mahasiswa berprestasi tingkat nasional 2013 ini.





Begitu mendapatkan pengumuman hasil PBUTM, Birrul merasa bahagia sekaligus menyesal. Dia bahagia karena akhirnya bisa masuk kuliah tanpa biaya hingga lulus, namun juga menyesal karena tidak memilih jurusan kedokteran seperti cita-citanya.





"Sempat menyesal, kenapa nggak ambil kedokteran, padahal saya yakin bisa, pas PMDK saya coba bisa masuk kedokteran tapi memang bukan di UGM. Tapi bagaimana pun tetap bersyukur, akhirnya jadi mahasiswa", tutur Birrul yang kini tengah ngebut menyelesaikan skripsinya.





Masalah kuliah tidak selesai sampai begitu dia diterima di UGM. Birrul kembali harus memutar otaknya untuk memcari biaya-biaya lain di luar perkuliahan yang ia butuhkan yang tidak tercover oleh beasiswa. Mulai dari uang transport, uang makan, uang kos dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk sekadar print tugas dan lainnya.





Semula Birrul berpikir untuk mencari kerja sambilan, namun jadwal kuliah yang padat nyaris tidak memungkinkan untuk bekerja. Beruntung dia mendapat informasi dari seorang temannya bahwa ada beasiswa khusus untuk pembiayaan di luar kuliah dari salah satu lembaga zakat di Indonesia. Tanpa pikir panjang Birrul pun mendaftarkan diri.





"Ada beasiswa etos namanya, itu beasiswa untuk tempat tinggal, makan, dan transport, alhamduliah keterima. Tapi syaratnya harus tinggal di asramanya. Kebetulan juga sudah beli motor bekas dari tabungan yang buat kuliah, jadi mau dimana pun nggak papa karena ada kendaraan", ujarnya.





Tiga bulan setelah berjalan perkuliahan, beasiswa PBUTM yang dia terima berubah menjadi Bidik Misi. Perubahan tersebut mendatangkan masalah baru bagi Birrul. Karena tidak boleh menerima beasiswa dobel, dia dipaksa untuk memilih beasiswa Bidik Misi atau beasiswa Etos dari lembaga zakat. Pasalnya dalam beasiswa Bidik Misi sudah mencakup biaya makan, tempat tinggal dan transport.





"Saya bilang pilih bidik misi, tapi dari rumah zakat nggak mau, karena sudah ada penjanjian untuk tiga tahun, waktu itu saya bingung banget", katanya.





Setelah beberapa kali gagal dalam perundingan antara pihak kampus, rumah zakat dan Birrul, akhirnya dicapai kesepakatan bersama. Rumah zakat mau melepaskan beasiswa Birrul dengan syarat Birrul harus tetap tinggal di asrama selama tiga tahun. Sementara itu biaya makan dan transport ditanggung beasiswa bidik misi.





"Untungnya setelah lobi-lobi bisa ada kesepakatan", pungkasnya.


Related Posts :

0 Response to "Perjuangan Birrul, Anak Buruh Tani Kuliah di UGM"

Posting Komentar