Mengenang Sepak Terjang JK Saat Tsunami Aceh 10 Tahun Lalu | Artikel Poster

Mengenang Sepak Terjang JK Saat Tsunami Aceh 10 Tahun Lalu


Mengenang Sepak Terjang JK Saat Tsunami Aceh 10 Tahun Lalu



Foto: Korban selamat tsunami Aceh. ©AFP PHOTO


Reporter: Heru Gustanto





Artikel Poster - Mengenang Sepak Terjang JK Saat Tsunami Aceh 10 Tahun Lalu | Meski sudah 10 tahun berlalu, bencana gempa dan tsunami di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) masih lekat dalam ingatan. Kisah memilukan ini juga masih terpatri dalam benak Wakil Presiden Jusuf Kalla yang kala itu baru 2 bulan dilantik menjadi Wakil Presiden bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).





Pada 26 Desember 2004, tepat di hari Minggu, sehari setelah perayaan Natal, masyarakat Aceh harus mengalami kejadian tragis. Gempa dahsyat terjadi membuat warga Aceh tengah bersantai dan bercengkrama bersama keluarga panik. Tak lama kemudian datanglah gelombang tsunami dahsyat.





Gempa berkekuatan 9,3 skala richter mengguncang Aceh disusul oleh gelombang tsunami setinggi 15 meter, meluluhlantakan semua bangunan hingga rata dengan tanah.





Kabar tersebut segera sampai ke telinga Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, yang saat itu tengah bersiap menghadiri acara halal bihalal masyarakat Aceh di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Jakarta.





Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri saat itu sedang berada di Nabire, Papua guna meninjau lokasi gempa yang terjadi sebulan sebelumnya sekaligus menghadiri perayaan Natal di bumi Cenderawasih tersebut. 





Setelah mendapatkan kabar dari Aceh, JK langsung menghubungi SBY. SBY pun segera meminta JK untuk segera menyusun strategi dan langkah-langkah penanganan bencana di Aceh.





Berikut sepak terjang JK menangani bencana tsunami Aceh yang tertuang dalam buku "Ombak Perdamaian, Inisiatif dan Peran JK Mendamaikan Aceh":






1. Memberangkatkan Sofyan Djalil dengan pesawat pribadinya




Setelah menghadiri acara halal bihalal masyarakat Aceh di JCC, sekitar pukul sepuluh pagi, Wakil Presiden Jusuf Kalla segera memerintahkan Sofyan Djalil yang kala itu masih menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika untuk segera terbang ke Aceh, mengingat Sofyan Djalil merupakan putra Aceh yang sudah lama tidak menginjakkan kakinya di kampung halamannya.





"Pakai pesawat saya saja," singkat JK.





Atas titah orang nomor 2 di negeri ini kala itu, Sofyan Djalil bertolak ke Aceh bersama Gubernur Aceh Azwar Abubakar dam beberapa tokoh Aceh. Sofyan membawa alat komunikasi berupa handphone satelit dan uang tunai sebanyak Rp 200 juta dari JK untuk membeli bahan pangan bagi korban bencana.






2. JK minta stafnya abaikan prosedur saat genting




Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memutuskan untuk bertolak ke Aceh sehari setelah gempa tsunami terjadi, Senin 27 Desember 2004, pagi. Keputusan tersebut diambil setelah JK memimpin rapat darurat di kediamannya. Di tengah rapat, JK mendapatkan kabar dari Sofyan Djalil yang saat itu menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika bahwa jumlah korban diperkirakan mencapai ribuan orang.





JK meminta semua yang hadir dalam rapat tersebut berpikir bahwa bencana yang menimpa Aceh bukan bencana biasa, dan pandangan dunia mengarah ke Aceh. JK meminta semua yang hadir untuk memberikan upaya maksimal guna membantu rakyat Aceh.





Tercatat, saat itu persediaan obat hanya 8 ton, sementara kebutuhan obat mencapai 12 ton. JK memerintahkan agar persediaan obat terkumpul sebanyak yang dibutuhkan, bagaimana pun caranya, agar bisa diangkut menggunakan pesawat Hercules milik TNI pukul lima pagi.





Namun, salah seorang perwakilan dari Kementerian Kesehatan mengaku kesulitan memenuhi permintaan obat lantaran hari sudah tengah malam, gudang obat digembok dan pemegang kunci gembok tak diketahui tempat tinggalnya.





Sambil menghentakkan tangannya ke atas meja, JK berkata "Rakyat anda menderita begini masih saja bicara soal gembok? Tak usah cari yang pegang kunci gembok. Ambil pistol, tembak gembok itu. Tidak ada lagi aturan tentang tata cara membuka gudang sekarang ini. Laksanakan!" tegas JK.





JK meminta perwakilan Kementerian Sosial untuk tidak berpikir membawa persediaan makanan dan mi instan dalam jumlah besar. JK meminta Kementerian Sosial membawa uang tunai guna membeli persediaan makanan dan mi instan di kota Medan.





Namun, perwakilan Kementerian Sosial mengaku kesulitan mendapatkan uang tunai lantaran prosedur panjang yang harus dilalui sebelum mencairkan uang tunai tersebut. Sekali lagi, JK menghentakkan tangannya ke atas meja.





"Keluarkan uang tersebut malam ini dan bawa besok pagi-pagi ke Medan. Di sana saudara beli mi dan langsung bawa ke Aceh. Saudara jalankan perintah ini. Saya yang tanggung jawab atas segala persoalan yang akan timbul di kemudian hari. Saya yang masuk penjara, bukan anda. Kalau saudara tetap menolak perintah ini, maka letakkan jabatan saudara sekarang juga," tegas JK.





Dalam rapat tersebut, JK menegaskan tidak ingin mendengar kata 'tidak bisa' karena alasan prosedur. JK mengatakan, prosedur dibutuhkan dalam kondisi normal, sementara bencana di Aceh sangat mendesak untuk segera ditangani.






3. Meminta para pimpinan untuk berani ambil risiko




Menteri Hukum dan HAM saat itu, Hamid Awaluddin tak luput dari sorotan JK. JK bertanya kepadanya mengenai langkah yang akan dilakukannya terkait dengan bencana tsunami Aceh. Hamid memaparkan dua hal berkaitan dengan kewenangannya yakni keimigrasian dan hak-hak atas tanah yang sudah hancur serta berpotensi menimbulkan sengketa perdata di kemudian hari.





Dari sisi keimigrasian, Hamid menilai akan banyak warga negara asing yang akan masuk ke Aceh guna memberikan bantuan kemanusiaan. Hamid mengatakan, dirinya sudah memikirkan untuk mengambil kebijakan keimigrasian dengan membuka semua pintu masuk ke Medan dan Aceh bagi WNA yang datang dalam rangka bantuan. "Mereka bisa masuk tanpa visa, siapa pun dan dari mana pun asalnya," kata Hamid.





Hamid mengaku bahwa kebijakan-kebijakan tersebut baru terlintas di benaknya. Meski demikian, JK mengapresiasi inisiatifnya tersebut yang bisa membuat kebijakan disaat-saat genting seperti itu.





"Jangan pakai ukuran normal. Pokoknya, semua orang asing boleh masuk untuk memberi bantuan. Dan kalau ada apa-apa di kemudian hari, anda harus mempertanggungjawabkan kebijakan anda itu. Jangan limpahkan persoalan dan tanggung jawab ke anak buah. Pimpinan yang baik adalah pimpinan yang berani bertanggung jawab dan ambil risiko," tutur JK.






4. Keluarkan perintah melalui secarik kertas




Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta bawahannya untuk bekerja cepat dalam kondisi darurat gempa tsunami Aceh. Beberapa prosedur dinilai JK menghambat bantuan sampai ke tangan korban tsunami. 





Namun, untuk menghindari persoalan di kemudian hari Kapolda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) kala itu, Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Bahrumsyah mengingatkan JK bahwa kebijakannya tersebut perlu legalitas tertulis saat wapres itu kembali meminta agar beras segera dibagikan untuk meringankan kehidupan para korban yang selamat. JK menuruti saran tersebut dengan meminta secarik kertas dan menulis perintah 'Buka semua gudang, ambil semua beras, dan bagikan gratis'. Tak lupa JK membubuhkan tanda tangannya di atas secarik kertas berisi perintahnya tersebut.





JK kembali melakukan hal tersebut saat mengeluarkan perintah pemakaman mayat para korban bencana Tsunami Aceh. Seorang ustaz diminta mendoakan tumpukan jenazah tersebut yang jumlahnya ribuan.





Secarik kertas kembali dibubuhi tanda tangan JK saat di Medan JK mendapati sejumlah wartawan asing mengeluh lantaran tidak dapat masuk ke Aceh dan mendapatkan berita. Segera JK memanggil Pangdam Bukit Barisan Mayjen Tri Tamtomo untuk meminta penjelasan. JK mendapati bahwa ada prosedur tertentu bagi wartawan asing yang hendak melakukan aktivitas liputan di wilayah-wilayah Indonesia.





JK menegaskan bahwa situasi saat itu adalah darurat. Oleh sebab itu, JK kembali mengeluarkan perintah melalui secarik kertas yang dibubuhi tanda tangannya. 'Mulai hari ini, wartawan asing boleh masuk Aceh tanpa visa'.





JK menyerahkan kertas tersebut untuk dipegang oleh Tri Tamtomo. "Panglima, pegang ini!," tutur JK.






5. Jatuhkan bantuan dari udara meski rawan direbut GAM




Wakil Presiden Jusuf Kalla memantau setiap sudut lokasi bencana tsunami Aceh. Begitu pilunya putra Makassar ini hingga tak ada waktu baginya untuk sekedar makan hari itu. Di pikirannya hanya ada derita rakyat Aceh. JK juga meninjau Meulaboh, daerah terdekat dengan pusat gempa.





Mendapati kondisi Meulaboh menyayat hatinya, JK memerintahkan Gubernur Sumatera Utara, Rizal Nurdin untuk segera mengirimkan makanan kepada korban selamat di Meulaboh. Namun, lantaran kondisi pengiriman yang sulit, akhirnya JK memutuskan untuk menjatuhkan bantuan dari atas pesawat.





Mendengar usul JK tersebut, Rizal Nurdin mengungkapkan kekhawatirannya. Mulai dari potensi bantuan pecah hingga potensi bantuan direbut oleh anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).





Semua kekhawatiran Rizal ditepis oleh JK. JK meminta bantuan dibungkus plastik agar tidak basah. Kekhawatiran bantuan akan direbut oleh GAM, JK menjawab singkat, "Tidak apa-apa. GAM juga manusia. Perlu makan," tutur JK.


0 Response to "Mengenang Sepak Terjang JK Saat Tsunami Aceh 10 Tahun Lalu"

Posting Komentar